|
dwikisetiyawan.wordpress.com |
Angin mendesah begitu tajam. Malam menjerit di bawah temaram hati yang muram. Gelap gulita. Tak Nampak lagi lalu lalang manusia penggila kerja, sebagian pulas tertidur. Malam hampir larut, pukul sepuluh lebih. Di ujung jalan, nampak lelaki setengah baya mendorong gerobaknya begitu lambat. Kilatan petir mulai mengejar-ngejar.
”Aku harus sampai di rumah sebelum hujan turun,” ujar lelaki itu. Gerobaknya terus melaju. Suara ban gerobak menderit ngilu sebab dipaksa berputar. Selepas magrib tadi, dia menjajakan sate kambing dan sate ayam. Tak habis semua, tapi biarlah. Nafasnya memburu begitu kencang, seolah berpacu dengan waktu yang makin menggertak.
”Jualanmu malam ini tak habis lagi, Darso. Ha ha ha. Bagaimana bisa kau memberi makan istri dan anakmu kalau penghasilanmu begitu-begitu saja. Ah, sudahilah. Lebih baik cari pekerjaan baru.”Suara itu terngiang begitu keras di telinga Darso, lelaki pendorong gerobak. Dia tersentak. Entah mengapa tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Malam apa ini?