Kalender Tanam Terpadu Dinamik (katam.info) |
Secara umum di Indonesia dan
khususnya di Sulawesi Selatan, musim tanam padi sawah dibagi menjadi dua. Musim
Tanam I yaitu pada bulan april sampai september dan Musim Tanam II pada bulan
oktober sampai maret. Musim Tanam I identik dengan musim hujan sedangkan Musim Tanam II pada musim kemarau. Tentang hujan dan kemarau pada setiap Musim Tanam itu, tentu dengan syarat jika iklim berjalan normal.
Sebagaimana kita tahu bersama
bahwa harihari belakangan ini, iklim berubah cukup ekstrim. Kondisi itu jelas
menyulitkan petani dalam merencanakan jadwal turun sawah. Terlebih bagi sawah
tadah hujan yang pengairannya hanya mengandalkan air hujan. Perlu perencanaan
yang matang, khususnya pada Musim Tanam II yang intensitas hujannya rendah,
bahkan nihil.
Namun petani di Indonesia kini
bisa bernafas lega, karena Kementerian Pertanian telah mengeluarkan kalender
tanam terpadu dinamik. Kalender ini bisa menjadi acuan bagi petani untuk
menentukan jadwal turun sawah. Memperolehnya cukup mudah, karena berbentuk
website (http://katam.info).
Kalender tanam terpadu dinamik ini bekerjasama dengan Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sehingga keakuratannya terjamin.
Jika pun terjadi perubahan
waktu tanam, maka BMKG akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian
agar menyebarluaskan informasinya ke daerah. Jadi selain akurat, informasinya
juga terupdate. Bagi wilayah yang belum mengakses internet, bisa menghubungi
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tersedian di masing-masing kecamatan.
Di Sulawesi Selatan sendiri,
penetapan jadwal turun sawah dilakukan melalui sebuah rapat bersama yang
menghadirkan seluruh stakeholder terkait, antara lain petani sebagai pelaku
utama, pedagang sebagai pelaku usaha, perusahaan sebagai penyedia sarana
produksi, pemerintah sebagai pembuat regulasi dan juga peneliti dari lembaga
penelitian dan perguran tinggi.
Lahan pertanian tergenang banjir justru pada MT april september (doc.pribadi, 2012) |
Rapat ini lazim disebut tudang sipulung. Tudang sipulung adalah
dua kata dalam Bahasa Bugis yang berarti duduk berkumpul. Pada tudang sipulung
itulah dirumuskan secara bersamasama jadwal turun sawah berdasarkan informasi
dari para peneliti, ketersediaan sarana produksi oleh perusahaan, dan juga
fakta-fakta di lapangan oleh petani. Lalu keputusannya nanti dibuat oleh
pemerintah melalui sebuah regulasi. Tudang sipulung menjadi media yang tepat
menyampaikan segala informasi yang termuat pada kalender tanam terpadu dinamik.
Pengetahuan leluhur Bugis
tentang bercocok tanam (termasuk iklim) juga sangat penting kedudukannya dalam
pengambilan keputusan pada tudang sipulung. Pengetahuan yang dijaga turun
temurun dari sebuah kitab (lontara’)
akan dibacakan oleh seorang tokoh adat yang disebut pa’lontara’. Maka informasi iklim berbasis ilmu pengetahuan moderen
tadi akan dikombinasi dengan kearifan lokal setempat.
Namun, keinginan mengkombinasi
ilmu pengetahuan moderen dengan kearifan lokal setempat terkait jadwal turun
sawah sering menemui kendala. Tetua adat atau paso’ biasanya sudah menentukan jadwal turun sawah secara sepihak dengan
cara mencoblos (menandai) kalender, dimana jadwal yang ditetapkan berbeda
dengan keputusan tudang sipulung. Entah lebih cepat atau lebih lambat. Dan jika
sudah diputuskan seperti itu, masyrakat adat (petani) pantang melanggar. Untuk
kasus seperti ini, dibutuhkan pendekatan yang lebih persuasif untuk meyakinkan
para tokoh adat terkait terjadinya perubahan iklim global.
Tudang sipulung dilakukan
secara berjenjang yang hirarkinya dimulai dari level tertinggi yaitu provinsi,
kemudian turun ke kabupaten/kota, selanjutnya ke kecamatan turun ke
desa/kelurahan bahkan sampai ke dusun atau kelompoktani. Semakin rendah level
hirarki, maka pembahasan pada tudang sipulung akan semakin khusus. Pada tingkat
kecamatan atau desa, tudang sipulung akan memutuskan pada minggu atau tanggal
berapa benih mulai disemai.
Selain jadwal tanam, kalender tanam
terpadu dinamik memuat banyak informasi lain seperti rekomendasi pemupukan
untuk tanaman padi, jagung dan kedelai. Varietas yang tahan dengan OPT atau
varietas yang cocok untuk lahan kering maupun rawa, potensi kekeringan dan banjir,
juga kemungkinan serangan organisme pengganggu tanam (OPT). Semua itu disajikan
berdasarkan spesifik lokasi masing-masing wilayah sampai pada tingkat kecamatan.
Dengan adanya kalender tanam terpadu dinamik ini, pengelolaan air irigasi yang dilakukan oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) akan terkendali. Namun petani dalam hal ini juga bisa berpartisipasi aktif dalam pengelolaan air, misalnya meningkatkan level tanah dari yang sekarang sebagian besar tanah sakit menjadi tanah subur bahkan tanah sehat.
Hal itu diwujudkan dengan pertanian organik, cara bercocok tanam yang kembali ke alam sebagaimana dicontohkan petani Bugis dahulu. Melakukan pemupukan dengan bahan hayati atau organik yang tersedia dari alam semisal jerami atau kotoran ternak. Nantinya diharapkan dengan penggunaan bahan organik akan meningkatkan penyerapan air sehingga tanah tidak mudah kering. Sebagaimana banyak terjadi di lahan persawahan sekarang, dimana tanah cepat kering meskipun baru diisi air.
Dengan adanya kalender tanam terpadu dinamik ini, pengelolaan air irigasi yang dilakukan oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) akan terkendali. Namun petani dalam hal ini juga bisa berpartisipasi aktif dalam pengelolaan air, misalnya meningkatkan level tanah dari yang sekarang sebagian besar tanah sakit menjadi tanah subur bahkan tanah sehat.
Lontara': Hari baik dan buruk turun sawah (Doc.Pribadi, 2012) |
Hal itu diwujudkan dengan pertanian organik, cara bercocok tanam yang kembali ke alam sebagaimana dicontohkan petani Bugis dahulu. Melakukan pemupukan dengan bahan hayati atau organik yang tersedia dari alam semisal jerami atau kotoran ternak. Nantinya diharapkan dengan penggunaan bahan organik akan meningkatkan penyerapan air sehingga tanah tidak mudah kering. Sebagaimana banyak terjadi di lahan persawahan sekarang, dimana tanah cepat kering meskipun baru diisi air.
Bisa juga dengan menerapkan
metode efisiensi air, dimana sawah tidak selalu digenangi air. Petani Bugis
jaman dahulu membuat sebuah kolam di pinggir sawah untuk melihat apakah di
bawah tanah masih terdapat air. Jika kolom masih terisi air maka itu berarti
masih terdapat cadangan air di bawah tanah yang bisa dihisap oleh akar padi
sehingga sawah tidak perlu digenangi air. Dengan begitu, petani yang jauh dari
sumber air juga tidak akan kekurangan air, terlebih pada musim kemarau.
Terkait perubahan iklim yang
juga mempegaruhi pertumbuhan dan perkembangan OPT dan bahkan mulai munculnya
OPT baru maka petani juga dapat berpartisipasi, lagi-lagi kembali ke alam dengan
menggunakan pestisida hayati. Maka dengan memanfaatkan kalender tanam terpadu
dinamik dan kembali ke cara bercocok tanam organik, maka petani akan mampu beradaptasi
dengan perubahan iklim.
--- oOo ---
@Pinrang, 01032013
IRSYAM SYAM
.
.
0 komentar:
Posting Komentar