Kamis, 25 Oktober 2012

Lebaran, Bukan dengan Ketupat tapi Burasa



13511362451862637590
Burasa

Sudah menjadi mainstream ummat Islam nusantara, lebaran baik Idul Fitri maupun Idul Adha selalu identik dengan ketupat. Makanan berbentuk kepal bersudut tujuh yang terbuat dari beras dan dibungkus daun pandan atau kelapa, selalu hadir bersama opor atau gulai. Tapi tidak demikian halnya di dataran Bugis, termasuk di kampung halaman saya Sidenreng Rappang.

Jika lebaran tiba, jangan pernah mencari ketupat, karena makanan utama ummat yang sedang merayakan Ied adalah burasa (baca burasa’). Burasa pada dasarnya hampir sama dengan ketupat, terbuat dari beras, yang berbeda ada pada kemasan, ukuran dan bentuknya. Burasa terbuat dari daun pisang. Maka tak heran setiap menjelang lebaran, bermunculanlah para penjual daun pisang. Bentuk burasa juga cukup unik, selain itu ukurannya secara umum lebih tipis dari ketupat

Jumat, 19 Oktober 2012

Tentangmu*


sumber gambar (klik)

Menemukanmu selepas gerimis
Di bawah langit lembayung
.
Kakimu riang 
Memainkan kecipak jarum-jarum langit
Kejora pendar pada sepasang matamu
Telapak tanganmu tengadah
Wajahmu binar
..
Tentangmu
Adalah hujan yang menari 
Sepasang mataku 
Adalah lensa kamera yang siap berembun
.
Tentangmu 
Kan tersimpan dalam ingatan
Lekat-lekat 
.

Belajar Menulis Puisi Untukmu Sayang

sumber gambar : di sini

Jika Orang Bugis Pindah Rumah

Headline kompasiana.com
Pindah rumah. Jika kebanyak orang yang pindah rumah hanya memindahkan isi rumah, Orang Bugis tidak demikian. Tanggung, Orang Bugis bukan hanya memindahkan isi rumah, tapi memindahkan rumahnya sekalian. Lho, koq bisa? iya, bisa. Kebanyakan Orang Bugis tinggal di rumah panggung yang terbuat dari kayu, sehingga memungkinkan untuk dipindahkan.

Ada dua cara memindahkan rumah yaitu diangkat dengan didorong. Jika jarak antara letak rumah awal dengan tempat untuk pindah, dekat, maka memindahkannnya dengan cara didorong. Sedang jika jauh, maka rumah harus diangkat. Dari jumlah tenaga yang dibutuhkan, memindahkan dengan cara didorong lebih sedikit dibanding ketika harus mengangkat.

Pantun Hidayat Nur Wahid, Kok Mirip Pantun Jusuf Kalla

ilustrasi, kompas

Pada debat calon gubernur DKI Jakarta di Hotel Gran Melia, Jakarta, Minggu (24/6/2012) lalu, terlihat ada yang beda dari calon gubernur yang diusung Partai Keadilan Sejahtera,Hidayat Nur Wahid (HNW). Ketika memberi closing statment, HNW membacakan pantun. Bunyinya begini “Ikan Sepat Ikan Gabus, Nomor Empat Lebih Bagus”.


Maksudnya cukupnya terang, nomor empat menunjukkan nomor urutpasangan cagub-cawagub HNW-Didiksesuai pengundian oleh KPUD di Hotel Sultan sebulan sebelumnya. Sedangkan lebih bagus, tentunya untuk menunjukkan mereka lebih bagus dibanding pasangan cagub-cawagub yang lain, sehingga layak dipilih pada hari pencoblosan ini.