Kamis, 25 Oktober 2012

Lebaran, Bukan dengan Ketupat tapi Burasa



13511362451862637590
Burasa

Sudah menjadi mainstream ummat Islam nusantara, lebaran baik Idul Fitri maupun Idul Adha selalu identik dengan ketupat. Makanan berbentuk kepal bersudut tujuh yang terbuat dari beras dan dibungkus daun pandan atau kelapa, selalu hadir bersama opor atau gulai. Tapi tidak demikian halnya di dataran Bugis, termasuk di kampung halaman saya Sidenreng Rappang.

Jika lebaran tiba, jangan pernah mencari ketupat, karena makanan utama ummat yang sedang merayakan Ied adalah burasa (baca burasa’). Burasa pada dasarnya hampir sama dengan ketupat, terbuat dari beras, yang berbeda ada pada kemasan, ukuran dan bentuknya. Burasa terbuat dari daun pisang. Maka tak heran setiap menjelang lebaran, bermunculanlah para penjual daun pisang. Bentuk burasa juga cukup unik, selain itu ukurannya secara umum lebih tipis dari ketupat
.
Dari bahan utama pembuatannya, secara umum, ada dua macam burasa. Burasa yang terbuat dari beras putih dan hitam. Untuk membedakannya, beras putih dibikin lebih lebar, sedang beras hitam lebih panjang. Proses memasak (dikukus) burasa cukup lama, semalam penuh. Agar segar di hari raya, maka burasa akan dikukus pada malam lebaran, biasanya sepulang takbir keliling. Burasa dimasak dalam wajan besar di atas dapo (tungku tradisional yang terbuat dari tanah), dengan bahan bakar kayu.

135113663557352382
Dapo

1351137029665511970
Karung, sebagai pengikat
13511366991846199475
Burasa beras hitam

Pembuatan burasa dimulai dengan mengambil daun pisang segar lalu dikeringkan untuk menurunkan kadar airnya. Tujuannya tentu agar ketika daun dilipat tidak cepat robek. Daun pisang dibersihkan dengan kain kering lalu dipotong dengan ukuran sesuai kebutuhan. Selanjutnya beralih ke beras. Beras dicuci dengan air bersih seperti jika sedang ingin memasak nasi. Untuk meningkatkan cita rasa, maka beras itu diberi air santan lalu ditunggu sampai meresap atau dimasak. Terkadang juga diberi daun pandan agar lebih harum tentunya.

Beras kemudian dikemas dalam daun pisang. Agar lebih kuat, daun dibuat dua lapis. Lapis terdalam terbuat dari daun pisang yang masih muda, sedang lapisan luar merupakan daun yang sudah cukup tua. beras yang telah dikemas itu kemudian ditumpuk dua sampai empat yang saling berhadapan (lipatannya) lalu kemudian diikat. Untuk mengikatnya pun bukan sembarangan, tali. Tali itu diambil dari carik karung beras.
Pada hari raya, burasa akan dihidangkan bersama ragam kuliner khas Sulawesi Selatan, macam konro yang berbahan utama tulang sapi, nasu alikkua yaitu ayam yang dimasak dengan lengkuas, gore-gore, bajabu, salonde, dan masih banyak lagi. Di luar hari raya pun masih sering ditemui burasa yang dikonsumsi dengan cobe-cobe (ulek cabai) atau tai boka (limbah pengolahan minyak kelapa).



13511371141536114525
Daun untuk mengemas




13511368382053723033
Burasa Putih vs Hitam




13511369391285765987
Nah, ini ketika dihidangkan

Belakangan, mas-mbak penjual bakso dari Pulau Jawa pun ikut menyediakan burasa sebagai tembahan ketika menghidangkan bakso.
.
@Sidrap, 9 Zulhijjah 1433 H
Selamat Idul Adha. Kalau butuh Hewan Qurban, hubungi saya. Hehehe... Promosi.
Wassalam, IRSYAM SYAM
.

0 komentar:

Posting Komentar