Selasa, 02 Juli 2013

My Name Is Dafinah



Aqiqah

Coba tanya kepada suami-suami, kapankah saat paling bahagia sejak bergabung dalam lembaga pernikahan? jawabnya pasti tidak jauh-jauh “Pas malam pertama”, eh... itu saat paling mendebarkan yah, hahahaha... Menurut saya, salah satunya adalah ketika menemui fakta bahwa tiga bulan pembalut di lemari masih tersegel dan istri malah minta mangga muda. Yah, telat, saya ulangi, ngidam, saya ulangi lagi, hamil. Wah, kami berdua segera jadi ayah, jadi ibu. Sebagai calon ayah-ibu pemula, segalanya kami persiapakan, matangkan mental, kumpulkan finansial, dan yang pasti memilihkan nama.


Apalah Arti Sebuah Nama??? Tentulah nama sangat ber(arti), terlebih untuk nama yang memang punya arti. Kata orang bijak, nama adalah do’a. Sejak dipastikan hamil, baik saya maupun istri mulai mempersiapkan nama untuk anak pertama kami kelak. Awalnya kami berdua bersepakat memberi nama NAUFAL jika laki-laki, dan NAURA jika perempuan. Dua kata dalam bahasa Arab yang artinya lebih kurang dermawan dan bunga. Diambil dari nama tokoh dalam sebuah cerpen karya kolaborasi kami berdua, “Labirin Dua Hati”. Cerpen yang awalnya dipersiapkan untuk event malam prosa kolaborasi di kompasiana.

Memasuki bulan ke-5 kehamilan, hasil USG dokter mengarah ke jenis kelamin perempuan. Untuk meyakinkan, maka saya mengajak istri untuk USG di dokter yang lain, yah semacam disenting opinian lah, hasilnya sama, perempuan. Saya percaya pada ilmu pengetahuan, meski USG yang digunakan bukan 3 dimensi, tapi hasil yang sama dari dua dokter berbeda cukup memberi keyakinan. Maka sejak itu pilihan nama juga selalu mengarah ke perempuan.

Hari ke-2
Kami memilih untuk tidak mencantumkan nama orang tua di belakang nama anak karena, pertama untuk memberi ruang bagi putri kami menjadi dirinya sendiri lepas dari bayang-bayang keluarga. Kedua, menghindari kesalahan penyebutan nama, saya mengambil contoh dua tokoh asal Makassar, yang belakangan nama orang tuanya lebih populer ketimbang namanya sendiri, Habibie dan JK. Sejatinya, nama Habibie adalah Baharuddin (dipanggil Rudi) pun demikian dengan JK yang bernama kecil Ucu (Jusuf). Tapi orangorang menyapa dengan nama orang tua, Pak Habibie dan Pak Kalla. Saya sendiri pernah mengalami hal demikian, maka ketika mulai berfriendster 2005 silam, saya tampil dengan nama Irsyam Syam, memenggal sebagian nama orang tua, dan saya meneruskan ketika bersosial media dan bersosial blog beberapa tahun kemudian.

Sabtu, 18 Mei 2013, Pukul  11.55 wita, di sebuah Rumah Sakit berplat merah di Makssar, anak pertama kami lahir, caesar, benar juga, kelaminnya perempuan. Dalam budaya Bugis, anak laki-laki itu disebut Baco sedang perempuan Becce, mulailah sanak keluarga, handai taulan datang menjenguk memberi selamat dan memanggilnya ecce, cacce, etc... Setiap yang bertanya ikhwal nama, saya jawab bahwa nama akan diberikan ketika aqiqah, maka datanglah pas syukuran aqiqah putri kami jika ingin mengetahui namanya. Saya sendiri berjanji ke keluarga, bahwa nama akan diputuskan setelah keluar dari RS.

Dalam masa penantian itulah, berbagai usulan nama saya terima. Ayah mertua saya mengisahkan, bahwa putri-putranya diberi nama yang sesuai dengan waktu kelahirannya, tak terkecuali istri saya yang sulung. Belakangan saya baru tahu kalau nama RENI adalah singkatan dari (Rabu Empat belas Nopember satu sembIlan delapan empat) sedang PURNAMA, yah karena saat itu bulan purnama. Maka pemberian nama berdasar waktu lahir, menjadi insight tersendiri.

Ada juga pemberian nama dengan cara menggabung nama orang tua. Jika kedua nama kami digabung, maka yang paling tepat adalah REISYA... Reni-Irsyam. Istri saya sebenarnya juga pernah mengusulkan nama FILDZAH yang berarti belahan jiwa, nah jika kedua nama itu digabung FILDZAH REISYA, maka jadilah belahan hati Reni dan Irsyam. Arti yang bagus, tapi di dalamnya tidak mengandung do’a, sementara kami kadung bersepakat kalau nama adalah do’a.

Bunda
Kembali ke nama yang sudah dipersiapkan, NAURA. Namun istri saya baru ingat kalau ada sanak keluarganya yang bernama NAURA, maka nama itu urung digunakan. Saya melanjutkan pencarian nama dan akhirnya menemukan kata DAFINAH, sebuah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kekayaan yang tersembunyi”. Karena maknanya masih kabur, maka perlu menambahkan satu kata lagi yang artinya wujud dari kekayaan yang tersembunyi itu. Mengingat putri kami adalah cucu pertama dari keluarga istri, maka untuk kata kedua, saya mintakan kepada pihak keluarga istri dalam hal ini ayah-ibu mertua.

Ibu mertua saya kemudian memberi nama ILMI yang berarti Ilmu. Kenapa ILMI? mungkin karena keluarga besar istri saya memang berprofesi sebagai pendidik, yang hariharinya bergelut dengan ilmu pengetahuan. Agar lebih indah, maka ditambahkan Al, maka jadilah DAFINAH AL ILMI, kekayaan tersembunyi berupa ilmu pengetahuan. Harapannya, putri kami kelak bisa menjadi orang kaya, kaya ilmu. Ilmunya tersembunyi, dalam artian bukan untuk dipamer, tapi dibagibagi. Bukankah ilmu jika dibagi akan bertambah.

Bagaimana dengan panggilan? Istri saya bilang DAFFA, kalau saya sih FINA, hehehe... Jika kelak anak saya bertanya, kenapa diberi nama DAFINAH AL ILMI, tentu saya tak perlu lagi repotrepot menceritakan. Silah bertandang ke Kandang Ayah...
.

2 komentar:

Panggil aku Nova... mengatakan...

Ih, Dafina udah aqiqah. Selamat!!
Si dedek mirip mamanya kan? Ah, lega.

Selamat jadi ayah ya, Om. *manggilnya Om, kan udah tua, udah punya anak* Kekekekeke

IRSYAM SYAM mengatakan...

Iya tante Nova, udah aqiqah...
Mirip ayahnya dong, :D

Posting Komentar