Kamis, 14 November 2013

Maddupa Ase, Memuliakan Padi (Kompas, Rabu 13/11/2013 Hal.36)


KOMPAS, Rabu 13/11/2013 Hal.36


Ajattappareng merupakan sebuah wilayah di Sulawesi Selatan yang didiami etnis Bugis. Dalam sektor pertanian, wilayah ini sejak dulu dikenal sebagai lumbung beras. Produktivitas padi selalu berada di atas rata-rata nasional. Bukan semata-mata karena perlakuan teknologi, tapi lebih karena para petani mempertahankan tradisi leluhur Bugis untuk memuliakan alam. Salah satu ritual adat itu adalah Madduppa ase. Madduppa Ase, terdiri dari dua kata dalam Bahasa Bugis yaitu Duppa dan AseDuppa bisa berarti menyambut/menjemput, bisa juga berarti menghasilkan (pendapatan/income), sedangkan Ase berarti padi. Maka Madduppa Ase berarti menyambut padi dengan harapan produksi meningkat sehingga memberi pendapatan bagi petani.

Madduppa ase dilakukan di hamparan sawah ketika padi sudah memsuki fase generatif, sekira 60 HST (hari setelah tanam) yang ditandai dengan mulai keluarnya buah. Buah yang baru dan akan keluar itulah yang disambut. Madduppa ase hanya boleh dilakukan oleh ibu-ibu tani dan dilakukan secara berkelompok. Kehadiran ibu-ibu tani pada setiap prosesi pemuliaan padi menunjukkan kerjasama dalam keluarga, dimana bapak tani bergiat pada budidaya, sedang ibu tani berperan pada hal-hal non teknisnya. Masih tentang ibu-ibu, ada kepercayaan orang Bugis yang melarang anak gadis atau ibu-ibu yang sedang datang bulan untuk tidak turun ke sawah, karena hal ini dianggap mempunyai korelasi dengan penyakit cella pance(merah rendah), atau yang lazim disebut penyakit tungro.

Madduppa Ase dilakukan pada pagi hari ketika matahari sudah mulai meninggi (waktu duha). Sebelum ritual dimulai, terlebih dahulu ibu-ibu tani mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam prosesi. Mulai dari penganan berupa sokko (nasi ketan), pallise (Dibuat dari campuran parutan kelapa dan gula merah), leppe-leppe (semacam ketupat, tapi bentuknya memanjang), dan berbagai makanan tradisonal lainnya yang nantinya akan disantap bersama setelah prosesi Madduppa Ase berakhir.

Sedangkan bahan yang akan digunakan ketika turun sawah berupa, kelapa muda, ayam kampung, selai (adonan) yang terbuat dari menir, kunyit, rimpang bengle, pinang, daun sirih, kapur dan kembang gabah, juga ada minyak bau yang dibuat dari campuran dupa, daun jati, bunga selasih dan beberapa tanaman yang menghasilkan bau yang tajam, seperti dalam bahasa Bugis disebut dan Daun Rellang. Sebagai pembuka dari prosesi, maka terlebih dahulu Imam Kampung atau Guru (Pegawai syara di masjid) melakukan ma’baca doang salama (memanjatkan do’a-do’a untuk keselamatan) yang dilakukan di atas rumah. Setelah itu, Guru menuntun ibu-ibu tani turun dari rumah dan melangkah menuju sawah. Dupa dinyalakan di petau (pematang sawah) bagian sudut petakan dan Guru kembali memanjatkan do’a-do’a. Setelahnya, ibu-ibu tani mulai mengambil peran dengan mengoles daun padi dengan minyak bau, hal ini dimaksudkan sebagai sumange’ (semangat) agar buah padi bersemangat untuk terus berbuah dan juga buahnya mempunyai aroma khas.

Selanjutnya, sambil mengelilingi petakan sawah, air kelapa dipercikkan ke daun-daun padi agar daun padi selalu segar meskipun kekurangan air. Selanjutnya, ibu-ibu tani melangkah ke sudut sawah untuk mengambil tanah lalu dicampur dengan daun sirih yang sebelumnya dikunyah lalu dioles ke daun agar tanah tetap subur. Sementara buah padi diolesi pallise, agar buah padi mallise (padat berisi). Selanjutnya, selai dihamburkan dengan harapan nantinya menjadi pestisida nabati agar padi tahan terhadap berbagai penyakit. Terakhir, Mappakanango (anango = walang sangit) yaitu ujung daun dilipat dengan bulu ayam kampung dan kulit leppe-leppe agar buah nantinya tidak dimakan walang sangit.

Semua prosesi itu dilakukan ibu-ibu tani pada petakan sawah keluarganya masing-masing. Sebagai rangkaian akhir dari prosesi Madduppa Ase, maka ibu-ibu kembali berkumpul di rumah dan mengajak semua sanak keluarga untuk makan bersama, menyantap berbagai makanan tradisional yang telah disiapkan sebelumnya. Prosesi Madduppa Ase berakhir sambil berharap panen padi nantinya akan melimpah. Sampai ketemu di Ma’padendang (pesta panen raya).

Headlines kompasiana.com

Nb: Pada masing-masing daerah di wilayah Ajattappareng, prosesi ini tidaklah seragam, baik tahapan prosesi maupun bahan-bahan yang digunakan. Tapi muaranya tetap pada penyambutan buah padi untuk keberhasilan panen.

@Pinrang, 09112013
IRSYAM SYAM

.

0 komentar:

Posting Komentar