Rabu, 02 Februari 2011

Setetes Mani, Sejuta Harapan*

Gerbang BBIB Singosari (Anak Gembala Study Club, 2007)
Setetes Mani, Sejuta Harapan. Introduction pada mata kuliah dasar reproduksi ternak, yang diajarkan untuk mahasiswa semester IV. Seperti mantra “man jadda wa jada” yang jadi pelajaran hari pertama di Pondok Madani, sebagaimana yang diceritakan Fuadi dalam novelnya Negeri 5 menara. Kalimat itu juga akan menyambut setiap pengunjung yang datang ke Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari. Pusat inseminasi buatan nasional untuk sapi, di sebuah daerah sejuk pada ketinggian 400-700 mdpl di kaki Gunung Arjuno Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dalam animal science, mani ternak lazimnya disebut semen, sehingga penggunaan kata mani dalam kontes ini hanya untuk memudahkan orang awam untuk menangkap message dari kalimat tersebut.


Perbedaan fundamen manusia dengan binatang, selain kemampuan berfikir yang dimiliki manusia dan tak dimiliki oleh binatang juga pada orientasi reproduksinya. Dimana manusia cenderung membatasi keturunan dan mengatur jarak kelahiran. Disinilah terjadi pertentangan dua institusi negara, antara yang mengurusi manusia dengan binatang. Badan kependudukan keluarga berencana nasional (BKKBN) tengah mencegah laju pertambahan penduduk dengan mengkampanyekan keluarga sejahtera, 2 anak lebih baik (dulu: 2 anak cukup). Sementara Departemen Pertanian yang mengurusi binatang, gencar mempercepat peningkatkan populasi sapi. Sapi digenjot untuk bisa melahirkan sebanyak-banyaknya, calving interval (mugkin seperti masa iddah pada wanita) dipersingkat, jika perlu melahirkan sekali setahun. Hal itu untuk mengimbangi semakin tingginya kebutuhan daging akibat pertambahan jumlah penduduk.

Percepatan peningkatan populasi sapi, mustahil tercapai jika hanya mengandalkan perkawinan secara alami. Olehnya dibutuhkan perntara manusia melalui teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau kawan suntik. Proses IB dilakukan dengan memasukkan semen yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam organ reproduksi betina dalam keadaan birahi. Menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun. Sehingga penting bagi pemilik (peternak) sapi untuk mampu menemu kenali ketika sapinya birahi.

Namun bukan perkara yang sulit, karena sapi betina yang sedang birahi tidak malu menyampaikan dengan terbuka, meski melalui komunikasi non verbal (tingkah laku). Selalu gelisah, mencoba menaiki sapi lain dan akan tetap diam (mungkin pasrah) bila dinaiki sapi lain, vulva (bagian luar vagina) membesar dan kemerahan serta keluar cairan lendir, dan nafsu makan menurun. Selain itu pangkal ekornya sedikit terangkat.

Pelaksanaan IB sendiri dapat mencegah terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding) atau yang dalam perkawinan manusia disebut incest. Jadi pada dasarnya, sapi pun diharamkan kawin sedarah karena pada anak yang dilahirkan dikhawatirkan terakumulasi gen-gen pembawa “sifat lemah”. Juga untuk menekan angka kecelakaan pada perkawinan alami, karena fisik pejantan yang terlalu besar (emmm…..). Dan sebagai proteksi kepada ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.

Untuk mendapatkan semen, dilakukan dengan memasangkan vagina buatan ke penis pejantan yang libidonya telah memuncak, untuk menimbulkan gesekan sampai terjadi ejakulasi. Agar semen dari satu pejantan dapat digunakan untuk menginseminasi lebih dari satu betina, maka volumenya ditingkatkan dengan menambahkan pengencer. Selanjutnya dibekukan lalu disimpan pada suhu 1960 C di kontainer, sehingga masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian meskipun pejantannya telah mati.

Semen yang diambil harus dari pejantan tangguh karena semen tersebut akan digunakan untuk membuahi puluhan betina. Selain itu semen dari pejantan unggul dapat memperbaiki mutu genetik ternak (perbaikan keturunan). Cerita dari seorang suami istri yang kebetulan kepala dinas peternakan dari sebuah daerah di Sulawesi Selatan. Ketika melakukan studi banding di BBIB Singosasri, Setelah mendapat penjelasan panjang lebar dari petugas lapang, sang istri mengatakan “hebat ya sapi jantan di sini, mampu membuahi puluhan betina”. Sang suami yang berdiri di samping dan mendengar ucapan istrinya spontan mengatakan “Saya lebih hebat, bahkan bisa membuahi sampai ratusan, asal betinanya berbeda”.

Sebagian orang menganggap, tidak bertemunya organ kelamin jantan dan betina pada pelaksanaan IB dapat merampas kenikmatan yang merupakan anugrah yang seharusnya juga dapat dinikmati oleh sapi. Namun di Indonesia belum ada Komisi Nasional Hak Asasi Binatang (KOMNAS HAB) jadi, no problem. He… Itulah sapi yang menggantungkan sejuta harapannya pada setetes mani.

IRSYAM SYAM
*Disarikan dari berbagai sumber
@Makassar, 31/05/2010

1 komentar:

Adi mengatakan...

lihat ganbarnya... jadi ingt suka duka PKL di sana.... kangnnnn

Posting Komentar