Rabu, 02 Februari 2011

Perbinatangan dan Perhewanan

Kenapa ya namanya bukan Fakultas Perbinatangan???
(diedit dari www.anakunhas.com)
Medium Juni-Agustus 2008, sebagaimana mahasiswa yang segera mengakhiri studinya, saya melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Baraka Kabupaten Enrekang. Sebuah daerah dingin karena merupakan dataran tinggi dan dikelilingi pegunungan. Sebagaimana umumnya di desa, pekerjaan utama masyarakat adalah petani dan sebagian beternak. Salah satu komoditi ternak yang banyak dibudidayakan di daerah ini adalah sapi perah FH (Fries Holland). Susu hasil dari sapi perah itu umumnya dibikin penganan tradisional keju yang oleh masyarakat setempat disebut dangke. Pesatnya perkembangan populasi, menjadikan daerah ini sebagai sentra peternakan sapi perah terbesar di luar Pulau Jawa.


Karena mengikuti program KKN profesi, maka program utama yang dilaksanakan di lokasi sesuai disiplin ilmu yang digeluti di kampus yaitu ilmu ternak. Untuk tetap mengakomodasi kebutuhan masyarakat di desa, maka dilaksanakan juga program yang sifatnya lebih umum sesuai permintaan masyarakat. Salah satunya adalah ikut membantu guru mengedukasi para pelajar. Saya tergabung dalam kelompok kecil yang bertugas di salah satu sekolah dasar (SD). Kepala Sekolah memberi amanah untuk mengajarkan tiga mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Rekan-rekan saya mulai melaksanakan tugasnya. Saya kebagian tugas untuk mendokumentasikan saja, cukup tahu diri untuk tidak ikut mengajar, karena tidak menguasai ketiga mata pelajaran tersebut. Suatu ketika, seorang teman berhalangan mengajar, karena akan ke Dinas Kabupaten mengurus rekomendasi kegiatan. Saya diminta untuk menggantikannya. Namun sebelumnya, saya membaca semua silabus mata pelajaran yang pernah dicopykan pihak sekolah. Dan akhirnya saya menemukan bahwa mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah itu adalah pertanian dan bahasa daerah. Saya berpikir kenapa tidak mengajarkan pertanian saja, bukankah peternakan merupakan sub sektor dari pertanian.

Sayapun masuk ke kelas dengan mengajarkan mata pelajaran pertanian. Tentulah yang diajarkan sesuai kadar otak siswa SD, tidak seilmiah di ruang kuliah. Ketika sesion diskusi, seorang siswa bertanya “Kakak KKN (begitu mereka menyebut kami), apa perbedaan antara binatang dengan ternak?” Saya sontak kaget mendengar pertanyaan itu, coba flashback sejak masuk Fakultas Peternakan. Seingat saya, tidak pernah ada penjelasan secara implisit baik di dalam ruang kuliah maupun di seminar atau diskusi oleh para dosen tentang perbedaan binatang dengan ternak. Atau bisa juga saya yang kurang menyimak selama ini. Saya hanya memberi jawaban sekenanya “Binatang adalah semua mahluk hidup di luar dari manusia dan tumbuh-tumbuhan, sedangkan ternak adalah binatang yang sengaja dipelihara”.

Jawaban itu cukup bisa mereka terima. Sepulang dari sekolah, saya mulai berpikir apa jawaban tadi sudah tepat? Ah, sudahlah bukankah mereka masih SD. Pasti belum bisa terlalu jauh mengkaji apa jawaban yang saya berikan benar atau salah. Pertanyaan itu bagi saya cukup cerdas untuk ukuran anak SD yang tinggal di desa. Sebuah pertanyaan yang tidak pernah terlintas bahkan di kepala saya, seorang mahasiswa yang sedang mempelajari ilmu ternak. Belakangan baru saya tahu bahwa meski berada di desa, SD tempat saya mengajar tersebut adalah sekolah unggulan. Siswanya sering mewakili daerah dalam berbagai lomba di tingkat provinsi bahkan nasional. Wah, pantas siswanya cerdas-cerdas.

Siswa SD yang bertanya perbedaan binatang dengan ternak

Beberapa waktu yang lalu, dalam perjalanan setelah mengikuti sebuah kegiatan dari di daerah, pertanyaan itu kembali diajukan ke saya. Tapi kali ini bukan oleh siswa sekolah dasar, tapi dosen saya sendiri yang di depan namanya ada kata “Profesor”. Jawaban saya tetap sama. Belum sempat bertanya balik apa jawaban saya sudah benar atau salah, tema diskusi buru-buru berganti ke politik. Saya juga belum sempat mengkonfirmasi apa tujuannya menanyakan itu, tapi tetap positive thingking pada dosen saya, mungkin ingin melihat sejauh mana ilmu yang pernah diajarkan bisa saya serap.

Untuk memastikan, saya ke toko buku membeli kamus istilah-istilah peternakan. Ternyata jawaban saya pada dasarnya sudah benar tapi kurang tepat (belum lengkap) khususnya defenisi tentang ternak. Dari kamus itu saya kutip “ternak adalah hewan piaraan yang seluruh hidupnya, yaitu tempat, makan, perkembangbiakan dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta dipelihara secara khusus dan dimanfaatkan sebagai sumber pangan, sandang, tenaga kerja, pupuk, dan untuk hiburan”. Lha, hewan beda apa pula dengan binatang “hewan adalah semua binatang yang hidup di darat”. Lalu, binatang yang hidup di air? ini perlu ditanyakan lebih lanjut ke ahli perikanan. Termasuk apakah orang yang membudidayakan binatang air juga disebut peternak? Mungkin itulah sebabnya perikanan menjadi disiplin ilmu tersendiri.

Rupanya selama ini, saya terlalu sibuk belajar tentang sejarah perkembangan semua jenis binatang ternak yang ternyata lebih rumit dari sejarah manusia yang konon berasal dari kera. Sibuk membedah untuk mengenali anatomi binatang ternak lengkap dengan ratusan istilah latinnya. Sibuk membedakan makan ternak yang bergizi tinggi dengan yang mengandung anti nutrisi dan cara memformulasinya. Sibuk mempelajari macam-macam penyakit ternak dan cara mengobatinya. Sibuk mengolah produk makanan asal ternak agar lebih bernilai. Sibuk mengikuti perkembangan teknologi baru peternakan, inseminasi buatan, kloning, dst. Sampai lupa bertanya, kenapa diberi nama peternakan bukan perbinatangan atau perhewanan???

Salam,
IRSYAM SYAM
Seseorang yang sedang mempelajari binatang ternak, Karena “Sesungguhnya Pada Binatang Ternak Itu Benar-Benar Terdapat Pelajaran…” (Q.S. AN-NAHL, 66)
@Makassar,  14/07/2010

0 komentar:

Posting Komentar